Dan ingat, kehidupan manusia, sejak dari zaman Pleistosen sampai zaman now, tidak ada satupun kehidupan yang sama. Setiap manusia menjalani kehidupannya secara berbeda, dengan pengalaman, reference dan background yang tidak sama. Sidik jari pun tidak ada yang sama bukan? Jadi jangan menyamaratakan atau membuat penilaian berdasarkan standarisasi pribadi.
Kisah Tukang Ikan dan Papan Kayunya
Jadi kisahnya diawali seperti ini. Konon ada seorang pedagang ikan di pinggir jalan. Pedagang ikan itu membuka lapak kios kecil, kemudian di kios tersebut ada papan kayu bertuliskan, “JUAL IKAN SEGAR DI SINI.” Pada hari pertama, ada seorang yang datang kepada penjual ikan itu dan mengatakan, “Pak, kenapa harus pakai kata DISINI? Kan semua orang tahu bapak jualan ikan di sini, bukan di sana?” Kata orang tersebut sambil menunjuk ke seberang jalan.
Si Penjual ikan berpikir, kemudian berkata dalam hati, “benar juga ya.” Kemudian si tukang ikan itu pun menghapus kata DISINI sehingga tulisan di papan tersebut menjadi, “JUAL IKAN SEGAR.” Hari kedua datang lagi orang lain ke kiosnya. Orang yang baru datang itu kemudian berkata, “Kenapa harus pakai kata SEGAR? Toh semua orang tahu yang bapak jual itu ikan segar, bukan ikan busuk?” Karena berpikir lagi bahwa hal itu benar, maka kata segar pun dihapus dan menjadi, “JUAL IKAN”
Hari ketiga datang orang lain lagi. Dia bilang, “Kenapa Bapak tulis ikan? Semua orang tahu bahwa yang bapak tawarkan adalah ikan dan cuma ikan. Bukan kucing dan juga anjing.” Mendengar hal tersebut, si tukang mengangguk-ngangguk dan kemudian hanya menulis kata “JUAL” di papan kayunya. Sampai keesokan harinya, ada lagi orang yang bahkan memberikan masukan, “Mengapa bapak memasang papan? Semua orang tahu bahwa bapak sedang berjualan, bukan sedang pameran atau bagi-bagi gratis.” Akhirnya dibuanglah papan kayu tersebut dan si penjual ikan tidak memasang tanda apapun yang menunjukkan bahwa dirinya sedang menjual ikan yang sangat segar. Beberapa hari kemudian bisnis orang itu bangkrut karena tidak ada satu pun orang yang menyadari bahwa dia sedang berjualan ikan segar di lapaknya.
Kita mungkin tertawa atau tersenyum simpul ketika membaca cerita tersebut. Kok bodoh sekali ya ada orang yang seperti itu? Tetapi coba renungkan kembali, jangan-jangan diri kita juga seperti itu? Maka di sini ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam menanggapi saran dan masukan dari orang lain.
1. Open Mind dan Tawadhu
Open mind artinya kita terbuka terhadap masukan, tidak bersikap resisten terhadap kritik (kecuali jika memang sedang lomba debat, hehe..) dan rendah hati. Sikap terbuka terhadap saran merupakan sarana penting untuk membuka diri kita terhadap perbaikan-perbaikan. Mereka yang tertutup cenderung tidak mau mendengar dan merasa bahwa yang sudah dilakukannya adalah yang paling benar. Jika seperti ini, jangankan menjalankan saran, menerimanya saja sulit.
2. Good listeners listen with ears, Great listeners listen with heart
Masukan sudah diterima, tetapi ingat bahwa pendengar yang hebat tidak hanya mendengarkan dengan telinganya, tetapi juga dengan hatinya. Maksudnya adalah saring masukan-masukan orang tersebut dan pikirkan secara lebih jernih dan matang. Terima dulu, kemudian saring mana yang bermanfaat untuk pengembangan diri dan mana yang tidak. Contoh kasus si tukang ikan adalah hanya mendengarkan dengan telinga, tetapi tidak menggunakan hati dan mempertimbangkan untuk perkembangannya sehingga malah merugikan dirinya sendiri.
3. Kita tidak akan pernah memuaskan semua orang
Tetapkan mana saran dan kritik yang ingin diambil, dan tidak usah memusingkan pilihan yang lain. Asalkan kita yakin bahwa saran tersebut baik untuk kita agar bisa terus berkembang. Kenapa begitu? Karena kita tidak akan bisa memuaskan semua orang sampai kapan pun. Hanya diri kita yang tahu mana yang terbaik untuk diri kita. Orang lain hanya sebagai pemberi masukan, bukan berarti setiap masukan itu harus dituruti bukan? Setiap masukan juga pasti ada konsekuensi positif dan negatifnya, sehingga bijaksanalah dalam memilih yang terbaik.
4. Be the best version of you!
Apa sih manfaat kritik dan saran itu? Hanya satu: agar kita dapat memberi yang terbaik dari diri kita. Jadi, selama saran itu justru malah menghancurkan dan membuat diri kita semakin lambat berkembang, justru sebaiknya dievaluasi dan dipikirkan kembali. Seperti contoh kasus tukang ikan. Jika Anda menjadi seperti pedagang itu, apa yang akan Anda lakukan? Be the best version of you and great result will follow.
Semoga bermanfaat dan menginspirasi !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar